Waralaba
Waralaba atau Franchising (dari bahasa Prancis untuk kejujuran atau kebebasan[1]) adalah hak-hak untuk menjual suatu produk atau jasa maupun layanan[2]. Sedangkan menurut versi pemerintah Indonesia, yang dimaksud dengan waralaba adalah perikatan dimana salah satu pihak diberikan hak memanfaatkan dan atau menggunakan hak dari kekayaan intelektual (HAKI) atau pertemuan dari ciri khas usaha yang dimiliki pihak lain dengan suatu imbalan berdasarkan persyaratan yang ditetapkan oleh pihak lain tersebut dalam rangka penyediaan dan atau penjualan barang dan jasa[3].
Sedangkan menurut Asosiasi Franchise Indonesia, yang dimaksud dengan Waralaba ialah:
Suatu sistem pendistribusian barang atau jasa kepada pelanggan akhir, dimana pemilik merek (franchisor) memberikan hak kepada individu atau perusahaan untuk melaksanakan bisnis dengan merek, nama, sistem, prosedur dan cara-cara yang telah ditetapkan sebelumnya dalam jangka waktu tertentu meliputi area tertentu.
Jenis Waralaba
Waralaba luar negeri, cenderung lebih disukai karena sistemnya lebih jelas, merek sudah diterima diberbagai dunia, dan dirasakan lebih bergengsi.
Waralaba dalam negeri, juga menjadi salah satu pilihan investasi untuk orang-orang yang ingin cepat menjadi pengusaha tetapi tidak memiliki pengetahuan cukup piranti awal dan kelanjutan usaha ini yang disediakan oleh pemilik waralaba.
Di Indonesia, sistem waralaba mulai dikenal pada tahun 1950-an, yaitu dengan munculnya dealer kendaraan bermotor melalui pembelian lisensi. Perkembangan kedua dimulai pada tahun 1970-an, yaitu dengan dimulainya sistem pembelian lisensi plus, yaitu franchisee tidak sekedar menjadi penyalur, namun juga memiliki hak untuk memproduksi produknya[11] . Agar waralaba dapat berkembang dengan pesat, maka persyaratan utama yang harus dimiliki satu teritori adalah kepastian hukum yang mengikat baik bagi franchisor maupun franchisee. Karenanya, kita dapat melihat bahwa di negara yang memiliki kepastian hukum yang jelas, waralaba berkembang pesat, misalnya di AS dan Jepang. Tonggak kepastian hukum akan format waralaba di Indonesia dimulai pada tanggal 18 Juni 1997, yaitu dengan dikeluarkannya Peraturan Pemerintah (PP) RI No. 16 Tahun 1997 tentang Waralaba. PP No. 16 tahun 1997 tentang waralaba ini telah dicabut dan diganti dengan PP no 42 tahun 2007 tentang Waralaba. Selanjutnya ketentuan-ketentuan lain yang mendukung kepastian hukum dalam format bisnis waralaba adalah sebagai berikut[12]:
Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan RI No. 259/MPP/KEP/7/1997 Tanggal 30 Juli 1997 tentang Ketentuan Tata Cara Pelaksanaan Pendaftaran Usaha Waralaba.
Peraturan Menteri Perindustrian dan Perdagangan RI No. 31/M-DAG/PER/8/2008 tentang Penyelenggaraan Waralaba
Undang-undang No. 14 Tahun 2001 tentang Paten.
Undang-undang No. 15 Tahun 2001 tentang Merek.
Undang-undang No. 30 Tahun 2000 tentang Rahasia Dagang.
Macam waralaba yang umum saat ini adalah “bisnis format waralaba”. Dalam transaksi semacam ini, pemberi lisensi waralaba telah mengembangkan produk atau jasa dan keseluruhan sistem distribusi/pengantaran serta pemasaran produk atau jasa tersebut. Terkadang, jasa pelayanan komponen barang atau jasa juga ditambahkan dalam sistem tersebut.
Saat ini, sistem waralaba yang berkembang pesat di negara-negara indrustri maju adalah waralaba retail maupun waralaba rumah makan siap saji. Begitupun dengan di negara berkembang seperti Indonesia, waralaba ritail seperti Alfamart, Indomart, Circle K, Yomart, mengalami pertumbuhan yang sangat signifikan.
Di Indonesia pengaturan tentang waralaba terdapat pada Peraturan Pemerintah R.I No 16 Tahun 1997 yang merumuskan tentang arti :
1. Waralaba adalah perjanjian dimana salah satu pihak yang diberikan hak untuk memanfaatkan dan atau menggunakan hak kekayaan intelektual (HKI) atau penemuan atau ciri khas usaha yang dimiliki pihak lain dengan suatu imbalan berdasarkan persyaratan yang ditetapkan pihak lain tersebut, dalam rangka penyediaan dan atau penjualan barang dan atau jasa.
2. Pemberi waralaba (Franchisor) adalah badan usaha atau perorangan yang memberikan hak kepada pihak lain untuk memanfaatkan dan atau menggunakan hak kekayaan intelektual (HKI) atau penemuan atau ciri khas usaha yang dimilikinya.
3. Penerima waralaba (Franchisee) adalah badan usaha atau perorangan yang diberikan hak untuk memanfaatkan dan atau menggunakan hak kekayaan intelektual (HKI) atau penemuan atau ciri khas yang dimiliki pemberi waralaba.
Pengertian waralaba menurut Asosiasi Franchise Indonesia :
“Suatu sistem pendistribusian barang atau jasa kepada pelanggan akhir, dimana pemilik merek (franchisor) memberikan hak kepada individu atau perusahaan untuk melaksanakan bisnis dengan merek, nama, sistem, prosedur dan cara-cara yang telah ditetapkan sebelumnya dalam jangka waktu tertentu meliputi area tertentu”. (wikipedia indonesia)
Adapun yang dimaksud dengan hak kekayaan intelektual (HKI) dalam arti waralaba tersebut di atas adalah meliputi antara lain : Merek, Nama Dagang, Logo, Desain, Hak Cipta, Rahasia Dagang dan Paten. Selanjutnya, yang dimaksud dengan penemuan atau ciri khas usaha misalnya : sistem manajemen, cara penjualan atau penataan atau cara distribusi yang merupakan karakteristik khusus dari pemiliknya.
Istilah-istilah dalam Waralaba
Penanda/Tanda Waralaba : Esensi bisnis format waralaba adalah merek dagang dari produk atau jasa tersebut walaupun proses produk atau jasa tersebut juga mungkin telah memperoleh paten dan hak cipta. Tentunya, penanda waralaba di suatu format bisnis ini adalah merek dagang produk tersebut. Penanda waralaba juga bernilai sebagai simbol dari semua ciri bisnis tersebut.
Perjanjian Waralaba (Franchise Agreement)
Adalah perjanjian yang mengikat pemberi dan penerima waralaba. Perjanjian ini adalah perjanjian yang seringkali dikaitkan dengan sejumlah perjanjian tambahan lain, misalnya perjanjian retail suatu produk, perjanjian untuk memasok komponen, perjanjian iklan dan sebagainya. Perjanjian harus diadakan secara tertulis, dan di Indonesia di buat dalam bahasa Indonesia dan terhadapnya berlaku hukum Indonesia.
Pemegang utama lisensi waralaba (Master Franchisee)
Pemegang utama lisensi waralaba berhak untuk mengoperasikan waralaba tersebut di suatu wilayah yang luas cakupannya (misalnya di Indonesia). Umumnya, dimungkinkan membuka dan mengoperasikan gerai-gerai waralaba di daerah tersebut sebelum mulai menunjuk penerima waralaba lain sebagai sub-kontraktor (sub-franchisees). Di Asia, pemegang utama lisensi waralaba ini seringkali datang dari kalangan bisnis domestik yang memiliki koneksi politik yang baik dengan penguasa dan berpengalaman dalam menjalankan bisnis skala besar dengan dukungan modal yang kuat.
0 komentar:
Posting Komentar